KONSEP DASAR EKONOMI PANCASILA
Oleh:
R. Gunawan Sudarmanto
PENDAHULUAN
Sejak Pancasila diterima sebagai satu-satunya asas hidup bermasyarakat, berbang-
sa dan bernegara, maka secara Ideologi kehidupan bangsa sudah mantap dan tentram,
suatu suasana kehidupan yang amat membantu menc'iptakan kegairahan kehidupan bangsa
da lam berbagai aspeknya. Pada saat itu pemikiran-pemikiran konseptual tentang Ekono-
mi Pancasila yang mulai berkembang sejak tahun 1980 semakin lugas dibahas, baik
oleh Para pakar maupun orang-orang praktek. Hingga perkembangannya pada era tersebut
DPR RI dan DPA juga semakin serius membahas tentang Ekonomi Pancasila, khususnya
dalam kaitan dengan penjabaran pengertian demokrasi ekonomi.
Semenjak era reformasi pada tahun 1997/1998 hingga saat ini pembicaraan tentang
Pancasila sangat jarang terdengar di kalangan masyarakat bahkan dapat dikatakan tidak
pernah lagi terdengar pembicaraan tentang Ideologi Pancasila, apalagi tentang Ekonomi
Pancasila. Kenyataan ini sangat memprihatinkan, Pancasila yang dipandangnya sebagai
Ideologi Negara tetapi sangat jauh dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernega-
ra. Kenyataan ini dapat dikatakan bahwa bangsa kita merupakan bangsa yang tidak berani
mengakui jati diri yang sebenarnya. Manusia diciptakan dalam berbagai bentuk bangsa
agar masing-masing memiliki jati diri sehingga dapat hidup dengan tenteram, damai, sejah-
tera, dan aman karena sesuai dengan jati diri bangsa yang bersangkutan.
Pancasila sebagai Ideologi
Ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan dan simbol-simbol sekelompok
masyarakat atau satu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman kerja (atau per-
juangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa itu. Pancasila yang merupakan
jiwa dan pandangan hidup bangsa telah dianggap mampu membawa seluruh bangsa Indo-
nesia menuju ke arah kehidupan yang merdeka, bersatu, dan berdaulat, meskipun belum
sepenuhnya mencapai tahap masyarakat yang adil dan makmur, yang tata tentrem karta
1
Apabila dalam teori ekonomi barat (Klasik—Neoklasik—Keynesian) diasumsikan
bahwa hakekat manusia adalah egois dan selfish, dalam teori ekonomi “Timur” (Marxian)
manusia dianggap bersemangat kolektif. Dalam amsyarakat Pancasila manusia mencari
keseimbangan antara hidup sebagai pribadi dan sebagai warga masyarakat, materi dan rok-
hani. Manusia Pancasila yang Berketuhanan Yang Maha Esa, selain homo-economicus,
sekaligus homo-metafisikus dan homo musticus. Jadi dalam ekonomi Pancasila tidak
hanya dilihat dari satu segi instink ekonominya tetapi sebagai manusia seutuhnya. Sebagai
manusia yang utuh ia berfikir, bertingkah laku, dan berbuat tidak hanya berdasar rangsang-
an ekonomi saja tetapi juga oleh faktor-faktor sosial dan moral. Faktor sosial dalam hu-
bungannya dengan manusia lain dan masyarakat dan faktor moral dalam hubungannya se-
bagai titah Tuhan dengan penciptanya.
Bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan dan bertahan sebagai sutau bangsa kare-
na memiliki sistem nilai/falsafah dasar bangsa Indinesia yang menjadi Ideologi bangsa yai-
tu Pancasila. Pancasila telah disepakati menjadi falsafah dasar, sebagai pandangan dan pe-
gangan hidup bangsa, sehingga menjadi moral kehidupan bangsa, menjadi ideologi yang
menjiwai peri kehidupan bangsa baik sosial, budaya, ekonomi, politik, dan hankam.
Pancasila sebagai Ideologi Ekonomi
Istilah “Ekonomi Pancasila” baru muncul pada tahun 1967 dalam suatu artikel Dr.
Emil Salim. Ketika itu belum begitu jelas apa yang dimaksud dengan istilah Ekonomi Pan-
casila. Istilah Ekonomi Pancasila menjadi lebih jelas ketika pada tahun 1979, Emil Salim
membahas kembali yang dimaksud dengan “Ekonomi Pancasila”.
Ekonomi Pancasila merupakan ilmu ekonomi kelembagaan (institutional econom-
ics) yang menjunjung tinggi nilai-nilai kelembagaan Pancasila sebagai ideologi negara,
yang kelima silanya, secara utuh maupun sendiri-sendiri, menjadi rujukan setiap orang In-
donesia. Jika Pancasila mengandung 5 asas, maka semua substansi sila Pancasila yaitu (1)
etika, (2) kemanusiaan, (3) nasionalisme, (4) kerakyatan/demokrasi, dan (5) keadilan so-
sial, harus dipertimbangkan dalam model ekonomi yang disusun. Kalau sila pertama dan
kedua adalah dasarnya, sedangkan sila ketiga dan keempat sebagai caranya, maka sila ke-
lima Pancasila adalah tujuan dari Ekonomi Pancasila
Ideologi Ekonomi Pancasila adalah "aturan main" yang mengikat setiap pelaku
ekonomi, yang apabila dipatuhi secara penuh akan mengakibatkan tertib dan teratur-
nya perilaku setiap warga negara. Dan ketertiban serta keteraturan perilaku ini
pada gilirannya akan menyumbang pada kemantapan dan efektifitas usaha perwu-
judan keadilan sosial.
2
Sebagaimana kita pahami bersama, bahwa moralitas teori ekonomi Adam
Smith adalah kebebasan (liberalisme), dan moralitas teori ekonomi Marx ada-
lah diktaktor mayoritas kaum "proletar", maka moralitas ekonomi Pancasila
mencakup seluruh asas Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan, Persa-
tuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial. Pancasila sebagai dasar negara dapat dite-
rapkan dalam kehidupan ekonomi bangsa, negara, dan masyarakat. Sila-sila yang ter-
dapat pada Pancasila sudah seharusnya menjadi dasar pelaksanaan perekonomian Bangsa
Indonesia dan tidak perlu ditawar-tawar lagi. Pancasila sebagai dasar negara sangat sesuai
dengan watak dan kepribadian bangsa Indonesia. Oleh karenanya nilai-nilai yang terkan-
dung pada Pancasila harus nyata kita tampakkan dalam segala aspek kehidupan sebagai jati
diri bangsa Indonesia. Hanya bangsa yang memiliki jati diri luhurlah yang akan memiliki
martabat yang tinggi sebagaimana yang pernah kita rasakan beberapa waktu lalu sebelum
reformasi.
Pelaksanaan Sila-sila Pancasila dalam Ekonomi
Sebagaimana dikatakan sebelumnya, bahwa Pancasila sebagai dasar
negara, maka sila-sila yang terdapat pada Pancasila dapat diterapkan dalam
kehidupan ekonomi bangsa, negara, dan masyarakat sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa. Menunjukkan bahwa pola perekonomian dige-
rakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomi, sosial, dan moral yang sangat tinggi,
yaitu moral manusia yang beragama sehingga para pelaku ekonomi tidak akan semena-
mena karena adanya pengawas tunggal, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Ada kehendak kuat dari seluruh masyara-
kat untuk mewujudkan pemerataan-pemerataan sosial (egalitarian), sesuai asas-asas ke-
manusiaan.
3. Persatuan Indonesia. Prioritas kebijaksanaan ekonomi adalah penciptaan
perekonomian nasional yang tangguh. Ini berarti nasionalisme menjiwai se-
tiap kebijaksanaan ekonomi.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawara-
tan/Perwakilan. Koperasi merupakan sokoguru perekonomian dan meru-
pakan bentuk paling kongkrit dari usaha bersama.
5. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Hal ini menunjukkan pada
adanya imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat na-
sional dengan desentralisasi dalam pelaksanaan kebijaksanaan ekono mi un-
tuk mencapai keadilan ekonomi dan keadailan sosial.
3
Aturan main yang diturunkan dari setiap sila dalam Pancasila kita bisa
melihat sejauh mana aturan main tersebut telah bisa ditegakkan dalam masya-
rakat. Misalnya dalam sila Persatuan Indonesia kita bisa meneliti setiap kasus
kebijakan ekonomi yang hendak diambil, apakah akan menyumbang atau ti-
dak pada peningkatan ketangguhan atau ketahanan ekonomi nasional.
spesifik lagi bisa diambil contoh apakah setiap utang baru atau kerja sama eko-
nomi dengan negara lain bisa menyumbang atau sebaliknya mengancam ke-
tangguhan dan ketahanan ekonomi nasional.
Menurut Boediono (mantan Menkeu RI), sistem Ekonomi Pancasila dicirikan oleh
lima hal sebagai berikut:
(1) Koperasi adalah sokoguru perekonomian nasional
(2) Manusia adalah “economic man” sekaligus “social and religious man”.
(3) Ada kehendak sosial yang kuat ke arah egalitarianisme dan kemerataan sosial.
(4) Prioritas utama kebijakan diletakkan pada penyusunan perekonomian nasional
yang tangguh.
(5) Pengandalan pada sistem desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan
ekonomi, diimbangi dengan perencanaan yang kuat sebagai pemberi arah bagi
perkembangan ekonomi seperti yang dicerminkan dalam cita-cita koperasi.
Pancasila, Etika Ekonomi, dan Dunia Bisnis
Dalam melaksanakan sistem ekonomi usaha bersama berdasar asas kekeluar-
gaan, kita mengenal tiga pelaku utamanya yaitu koperasi, usaha negara dan usaha
swasta yang masing-masing pelaku ekonomi mempunyai etika kerja sendiri-sendiri yang
berbeda satu dengan yang lain. Koperasi sebagai organisasi ekonomi yang berwatak sosial
yang dibentuk oleh para anggotanya untuk melayani kepentingan mereka, yaitu
membantu memperjuangkan kepentingan mereka, khususnya dalam upaya me-
ningkatkan kesejahteraannya. Ini berarti misi dan etika kerja (perkumpulan)
koperasi adalah pelayanan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin kepada ang-
gota. Ukuran paling mendasar untuk menilai berhasil tidaknya koperasi adalah
manfaat pelayanan kepada anggota. Etika Ekonomi Pancasila bersumber pada
UUD 1945 khususnya Pasal 33 sebagai sistem ekonomi kekeluargaan, dan pada
Pancasila sebagai pedoman etik yang memberikan semangat dan gerak pembangunan na-
Etika ekonomi usaha negara hampir sama dengan etika ekonomi koperasi
yaitu melayani tetapi sekaligus melindungi kepentingan umum. Orientasi pada
4
pelayanan dan perlindungan kepentingan umum inilah misi utama usaha negara
atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Inilah yang terkandung dalam pengertian ca-
bang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak, harus dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara maksimal
(sebesar-besar kemakmuran rakyat ). Etika ekonomi usaha swasta adalah memproduksi
dan menyediakan barang dan jasa kepada masyarakat, dengan mengambil keuntung-
an uang dari kegiatan dan usahanya itu. Usaha swasta berkembang karena ada
keuntungan yang bisa diperoleh dan dipupuk.
Apabila wawasan ekonomi Pancasila sudah kita terima sebagai satu-satunya
pegangan etik sistem dan kebijaksanaan pembangunan nasional, maka bisa berubah
menjadi acuan nasional yang harus dipatuhi oleh setiap warga negara. Hadiah dan
sangsi atas pelaksanaan atau pelanggaran aturan etik memang bersifat etik pula, yang
pengawasannya tidaklah bisa dilakukan oleh aparat negara dan pemerintah saja.
Pengawasan ini harus melekat pada hakekat moral masyarakat bangsa secara keselu-
ruhan baik dalam kelompok-kelompok kecil maupun kelompok besar.
Ekonomi Pancasila sebagai ilmu ekonomi kelembagaan (institutional economics)
yang menjunjung tinggi nilai-nilai kelembagaan Pancasila mengandung 5 asas yang mana
semua substansi sila Pancasila yaitu (1) etika, (2) kemanusiaan, (3) nasionalisme, (4) ke-
rakyatan/demokrasi, dan (5) keadilan sosial, harus dipertimbangkan dalam model ekonomi
yang disusun. Disinilah kelima sila diatas menjadi substansi etika dalam Ekonomi Pancasi-
la. Kalau sila 1 Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi landasan rangsangan moral maka sila
2 sampai 5 menjadi landasan rangsangan sosial ekonomika etik Ekonomi Pancasila. Eko-
nomi Pancasila dengan kata lain merangkum secara tepat dua elemen utama pencapaian
kesejahteraan ekonomi.
Konsep ekonomika etik ekonomi Pancasila oleh Mubyarto dalam bukunya Sistem
dan Moral Ekonomi Pancasila dicirikan sebagai berikut: (1) Roda perekonomian digerak-
kan oleh rangsangan ekonomi, moral dan sosial. (2) Ada kehendak kuat dari seluruh ang-
gota masyarakat untuk mewujudkan keadaan kemerataan sosial ekonomi. (3) Prioritas ke-
bijaksanaan ekonomi adalah pengembangan ekonomi nasional yang kuat dan tangguh,
yang berarti nasionalisme selalu menjiwai setiap kebijaksanaan ekonomi. (4) Koperasi me-
rupakan soko guru perekonomian nasional. (5) Adanya imbangan yang jelas dan tegas an-
tara sentralisme dan desentralisme kebijaksanaan ekonomi untuk menjamin keadilan eko-
nomi dan keadilan sosial dengan sekaligus menjaga efisiensi dan pertumbuhan ekonomi.
Ekonomi Pancasila Sebagai Ekonomi Moral
5
Sistem Ekonomi Pancasila memiliki empat ciri yang menonjol, yaitu (1) Yang
menguasai hajat hidup orang banyak adalah negara / pemerintah. Contoh hajad hidup
orang banyak yakni seperti air, bahan bakar minyak / BBM, pertambangan / hasil bumi,
dan lain sebagainya. (2) Peran negara adalah penting namun tidak dominan, dan begitu ju-
ga dengan peranan pihak swasta yang posisinya penting namun tidak mendominasi. Se-
hingga tidak terjadi kondisi sistem ekonomi liberal maupun sistem ekonomi komando. Ke-
dua pihak yakni pemerintah dan swasta hidup beriringan, berdampingan secara damai dan
saling mendukung. (3) Masyarakat adalah bagian yang penting di mana kegiatan produksi
dilakukan oleh semua untuk semua serta dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat.
(4) Modal atau pun buruh tidak mendominasi perekonomian karena didasari atas asas ke-
keluargaan antar sesama manusia.
Dalam sistem ekonomi pancasila perekonomian liberal maupun komando harus di-
jauhkan karena terbukti hanya menyengsarakan kaum yang lemah serta mematikan kreati-
fitas yang potensial. Persaingan usaha pun harus selalu terus-menerus diawasi pemerintah
agar tidak merugikan pihak-pihak yang berkaitan.
Ekonomi Pancasila mempunyai sistem dan moral tersendiri yang bisa dikenali,
dan sifat-sifat sistem serta moral ekonomi Pancasila telah melandasi atau menjadi pedo-
man aneka perilaku ekonomi perorangan, kelompok-kelompok dalam masyarakat,
pengusaha, pemerintah, dan negara. Sistem serta moral yang dimaksud bersumber
pada ideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Kelima sila dalam Pancasila meng-
gambarkan secara utuh semangat kekeluargaan (gotong royong) dalam upaya mewujud-
kan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat dan masyarakat Indonesia.
Ekonomi Indonesia lebih menonjol sebagai ekonomi moral bukan ekonomi
yang terlalu rasional. Ekonomi Pancasila menjunjung tinggi asas keadilan sosial bagi
seluruh rakyat, rupanya apabila harus memilih antara keadilan sosial dan efisiensi, kita
akan cenderung mengorbankan efisiensi. Efisiensi sebagai lawan keadilan rupanya
analog dengan dilema (trade off) antara pertumbuhan dan pemerataan. Masyara-
kat Indonesia cukup cepat bereaksi menginginkan pemerataan pada waktu Pelita I ber-
hasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang kemudian ternyata diikuti me-
ningkatnya ketimpangan ekonomi yang menyolok.
Kiranya jelas bahwa ekonomi Pancasila harus kita akui sudah melekat pada
sistem nilai dan budaya bangsa Indonesia.
mengikis habis sifat-sifat irrasional yang tercermin dalam efisiensi dan produkti-
vitas yang rendah, pada akhirnya kita menghadapi "tantangan" berupa moral
6
ekonomi bangsa yang tidak sepenuhnya bersifat negatif. Dalam hati nurani seba-
gai bangsa masih selalu terselip.perasaan was-was jangan-jangan pengambilan pilihan
yang semata-mata rasional justru akan merugikan dalam jangka panjang dan akhirnya
akan kita sesali.
Masa Depan Ekonomi Pancasila di tengah Arus Dehumanisasi di Era Globalisasi
Kiranya sudah saatnya untuk merumuskan kembali etos global berupa konsensus
mendasar tentang nilai-nilai, norma-norma, dan sikap-sikap tertentu yang dilandasi oleh
prinsip humanum, hakikat manusia. Hal itu dilakukan demi kedamaian umat manusia di-
tengah ancaman globalisasi yang menonjolkan nilai-nilai individualisme dan menggerus
nilai-nilai humanisme. Ini merupakan bel pengingat bahwa etika saat ini mengalami gem-
puran luar biasa dari arus besar nilai-nilai individualisme yang memboncengi persebaran
ideologi kapitalisme dan liberalisme. Individualisme yang mengakar dalam kejatian diri
manusia disinyalir bisa mendorong akumulasi nilai-nilai dehumanisasi karena semangat
egoisme sebagaimana terangkum dalam idiom Betawi elo-elo gua-gua menjadikan manu-
sia tidak peduli satu sama lain dan mau menang sendiri yang lambat laun akan membentuk
pola pikir berupa tidak mau memanusiakan sesama manusia lainnya.
Sebagai sebuah wacana yang terus diupayakan perwujudannya, konsep ekonomika
etik saat ini mengalami tantangan berat dalam merealisasikannya. Mainstream pemikiran
ekonomi kini yang sangat liberal dan kapitalistik kian meminggirkan nilai-nilai etika ke-
manusiaan dalam praktek ekonominya. Hal inilah yang menjadikan agenda memasyara-
katkan ekonomika etik berbasis Pancasila di bumi Indonesia tidaklah semudah membalik-
kan telapak tangan. Banyak rintangan yang akan bermunculan dari pihak-pihak yang diun-
tungkan dengan bertahtanya sistem ekonomi kapitalisme selama ini.
Mungkinkah ekonomika etik bertahta di Indonesia dan menjadi acuan bersama pe-
laksanaan ekonomi nasional? Segala kemungkinan hingga kini masih terbuka lebar. Ada
banyak cara membangkitkan kesadaran pentingnya berekonomi secara etik yang dalam
perwujudannya merupakan bentuk dari Ekonomi Pancasila. Salah satunya melalui revitali-
sasi budaya bangsa Indonesia yang didominasi nilai-nilai komunalisme dan kebersamaan
yang kemudian dipadukan dengan pelaksanaan sistem ekonomi. Nilai kegotongroyongan
dan kekeluargaan yang menjadi etika masyarakat Indonesia yang terhimpun dalam berba-
gai ragam tradisi dan adat masyarakat bisa ditransformasikan tidak hanya dalam berbudaya
namun juga dalam berekonomi. Tidaklah keliru jika Indonesia perlu belajar dari keberhasi-
lan Korea Selatan yang sukses mentransformasikan nilai-nilai budaya yang berangkat dari
tiga prinsip: rajin, mandiri, dan gotong royong untuk menjadi sebuah gerakan nasional be-
rupa Saemaul Undong yang mengantarkan kesuksesan Korea Selatan di bidang ekonomi
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Sumber: http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:TxWBTanQqMkJ:blog.unila.ac.id/radengunawans/files/2010/07/Makalah-Filsafat-Ilmu.pdf+ekonomi+pancasila+adalah&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjUrzkrl0btgW6uR-Q5CDw4U9znit3Wcgto4O4rQXovQBdopo2MsIPVdV_X4BSIB2nMYgtwG-34P1wQt8nutSisSjot3UB1_HBmUIw4O6qV96Iw88Hs0jQY2lZwGTif1As_Hc3M&sig=AHIEtbQeg5_nzPZLhtDjvluwhIQNak-V3A
Selasa, 01 Maret 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mengenai Saya
- uphie blog
- saya hanya seorang manusia yang sedang belajar membuat blog saran dan kritik tolong ya hehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar